Diharapkan
kepemimpin Bangsa Indonesia kini dan masa yang akan datang memiliki jiwa Pemimpin yang
positif, partisipatif dan berorientasi pada konsiderasi, serta tidak selamanya
merupakan pemimpin yang terbaik. Pemimpin Bangsa Indonesia ku harus seperti :
1. Seseorang
diakui sebagai pemimpin bila kepadanya diberikan kepercayaan.
Pemimpin adalah orang yang diikuti kata-kata dan
perbuatannya. Dia diikuti karena dipercaya.
Kepercayaan adalah pilar utama pemimpin. Kepercayaan adalah kombinasi dari
kompetensi, integritas, dan kedekatan. Ketiga faktor itu meningkatkan tingkat
kepercayaan. Tapi ada sebuah faktor yang mampu memelorotkan kepercayaan
memimpin yaitu self-interest dan dalam menyamakan self-interestnya-nya
dengan kepentingan kolektif bisa membuat pemimpin mengalami erosi kepercayaan.
Pemimpin terpercaya bisa selalu menomorsatukan kepentingan kolektifnya.
Kecintaannya pada kepentingan kolektif itu memberikan efek yang besar. Kini dan
kelak bangsa ini selalu membutuhkan pemimpin yang mencintai bangsanya melebihi
cintanya pada dirinya. Kehadiran pemimpin seperti itu bisa luar biasa dahsyat
dalam menggerakkan seluruh bangsa untuk meraih cita-cita kolektif.
2.
Pemimpin dan pemimpi bedanya di huruf N. N-nya adalah Nyali.
Pemimpin pada dasarnya adalah pemimpi.
Pemimpi yang mimpi-mimpinya dipercaya dan diikuti. Pemimpi yang mampu
mengonversi mimpi jadi realita bisa disebut sebagai pemimpin. Wajar jika
pemimpin menitipkan mimpinya pada imaginasi, dan membiarkan imaginasinya itu
terbang amat tinggi lalu ia bekerja amat cerdas dan keras menggerakkan seluruh
daya yang tersedia untuk meraih dan melampaui mimpinya. Disinilah sebuah huruf
N sebenarnya itu mewakili komponen amat kompleks menyangkut kemampuan meraih
mimpi dan melampaui mimpi.
3. Pemimpin
selalu disorot.
Pemimpin adalah manusia yang harus selalu
menyadari kemanusiaannya dan sempurna bukanlah atribut yang manusiawi. Karena
itu pemimpin harus selalu sadar bahwa ia berada dalam sorotan di saat ia jauh
dari kesempurnaan. Efeknya simpel, pemimpin itu jadi kotak pos untuk pujian dan
kritikan. Maka itu jika tidak ingin dikritik maka jangan sesekali mau jadi
pemimpin. Pemimpin yang matang itu menjalani perannya dengan menempatkan
cita-cita bersama sebagai rujukan. Karena itu ia matang dan mantap
menjalaninya. Bisa dikatakan bahwa pemimpin yang tulus pada cita-cita
kolektifnya itu takkan terbang bila dipuji dan takkan tumbang bila dicaci.
4. Pemimpin yang kita ingin lihat adalah yang tidak
mengejar penghormatan, tapi ia menjaga kehormatan.
Penghormatan itu memang bisa dipanggungkan
dan bisa dibeli karenanya mudah didapat. Sementara kehormatan itu tidak untuk
diperjualbelikan. Pemimpin yang gagasan dan langkahnya terhormat, dengan
sendirinya akan dapat kehormatan. Mencari rujukan tentang pemimpin itu
sesungguhnya mudah. Ada terlalu banyak contoh pemimpin di sekitar kita. Di
republik ini masih amat banyak pemimpin yang solid, yang keteladanannya jadi
rujukan, yang gagasannya diikuti, yang langkahnya menginspirasi. Masalahnya
adalah banyak dari mereka justru tidak berada di panggung penting republik ini.
Di panggung-panggung penting justru sering ditemui orang-orang berkuasa tanpa
kepemimpinan. Di sisi lain, banyak pemimpin yang kepemimpinannya solid tapi
tanpa kuasa dan otoritas.
Jika kita menengok pada sejarah negeri besar ini maka kita
temui catatan gemilang sebuah generasi. Republik ini didirikan oleh orang-orang
yang berintegritas. Integritas itu membuat mereka jadi pemberani dan tak gentar
hadapi apa pun. Integritas dan keseharian yang apa adanya membuat mereka
memesona. Orang-orang yang sudah selesai dengan dirinya. Mereka jadi cerita
teladan di seantero negeri. “Kutipan : Buku Menjadi
Indonesia: Surat dari dan untuk Pemimpin”
5.
Hari ini, republik membutuhkan pemimpin yang berani tegakkan integritas.
Berani perangi “jual-beli” kebijakan dan
jabatan, dan pemimpin yang mau bertindak tegas kepentingan rakyat “dijarah”
oleh mereka yang punya akses. Republik ini butuh pemimpin yang bernyali dan
menggerakkan dalam menebas penyeleweng tanpa pandang posisi atau partai. Bukan
pemimpin yang serba mendiamkan seakan tidak pernah terjadi apa-apa. Pemimpin
yang bisa jadi bersahabat tampilannya, sopan dan simpel tuturnya, tapi amat
besar nyalinya, dan amat tegas sikapnya. Tidak selalu nyaring, tapi selalu
bernyali karena nyali itu memang beda dengan nyaring.
Republik ini
perlu pemimpin yang bisa mengajak semua untuk mendorong yang macet, membongkar
yang buntu, dan memangkas berbenalu. Pemimpin yang tanggap memutuskan, cepat
bertindak, dan tidak toleran pada keterlambatan. Pemimpin yang siap untuk
“lecet-lecet” melawan status quo yang merugikan rakyat, berani
bertarung untuk melunasi tiap janjinya. Republik ini perlu pemimpin yang
memesona bukan saja saat dilihat dari jauh, tetapi pemimpin yang justru lebih
memesona dari dekat dan saat kerja bersama.
Bukan
pemimpin yang selalu enggan memutuskan dan suka melimpahkan kesalahan. Bukan
pemimpin yang diam saat rakyat didera, lembek saat republik dihardik. Pemimpin
yang tak gentar dikatakan mengintervensi karena mengintervensi adalah bagian
dari tugas pemimpin dan pembiaran tidak boleh masuk dalam daftar tugas seorang
pemimpin. Kelugasan, ketegasan, keberanian, kecepatan, keterbukaan,
kewajaran, kemauan buat terobosan, dan perlindungan kepada anak buah bahkan
kesederhanaan dalam keseharian itu semua bisa menular. Tapi kebimbangan,
kehati-hatian berlebih, kelambatan, ketertutupan, formalitas, kekakuan,
pembicaraan masalah, orientasi kepada citra dan ketaatan buta pada prosedur itu
juga menular. Menular jauh lebih cepat dan sangat sistemik.
6. Kita amat membutuhkan pemimpin yang berorientasi pada gerakan.
Pemimpin menjadikan semua merasa ikut memiliki
tanggung jawab, merasa ikut memiliki masalah. Pendekatannya movement bukan programmatic sehingga
semua merasa terpanggil untuk terlibat. Pemimpin yang bisa membuat semua merasa
perlu berhenti lipat tangan, lalu terpanggil untuk gandeng tangan dan turun
tangan. Pemimpin yang menggerakkan. Akhir-akhir ini kita sering menyaksikan
pemimpin hadir untuk “menyelesaikan” tantangan dan masalah. Menyelesaikan
tantangan dan masalah itu baik-baik saja. Tetapi sesungguhnya yang diperlukan
justru bukan itu. Kita memerlukan pemimpin yang kehadirannya bukan sekadar
hadir untuk “menyelesaikan” masalah dan tantangan tapi kehadirannya untuk
“mengajak semua pihak turun-tangan” menyelesaikan masalah dan tantangan.
7. Kita memerlukan pemimpin yang menginspirasi, membukakan perspektif baru.
7. Kita memerlukan pemimpin yang menginspirasi, membukakan perspektif baru.
Menyodorkan kesadaran baru dan menyalakan harapan jadi lebih terang. Pemimpin
yang membuat semua terpanggil untuk turun tangan, untuk bekerja bersama meraih
cita-cita bersama. Pemimpin yang kata-kata dan perbuatannya menjadi pesan solid
yang dijalankan secara kolosal. Kita memerlukan pemimpin yang
menggerakkan!
hmmm amin
BalasHapusAmin yaa :) Terima kasih Green Princess :)
Hapus