METABOLISME
(KONSUMSI
OKSIGEN DAN GLUKOSA DARAH)
I. TUJUAN
1.1 Mengetahui prinsip dan cara-cara menentukan konsumsi oksigen pada invetebrata.
1.2 Mahir dan terampil menggunakan alat
respirometer sederhana untuk mengetahui aktifitas metabolsisme.
1.3 Mengetahui prinsip dan cara penentuan kadar glukosa
darah.
1.4 Mahir dan terampil menggunakan alat yang dipergunakan
untuk menentukan kadar glukosa dalam darah dan mengukur kadar glukosa darah.
II. TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Metabolisme
Menurut
Kimball (1988), metabolisme adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
semua reaksi kimia yang terlibat dalam mempertahankan keadaan hidup sel-sel dan
organisme. Metabolisme dapat nyaman dibagi menjadi dua kategori:
1.
Katabolisme - rincian dari molekul untuk mendapatkan
energi
2.
Anabolisme - sintesis senyawa semua yang diperlukan
oleh sel-sel
Metabolisme
adalah erat dengan gizi dan ketersediaan nutrisi. Bioenergetics adalah istilah
yang menggambarkan jalur biokimia atau metabolisme yang sel akhirnya memperoleh
energi. Pembentukan energi adalah salah satu komponen vital metabolisme (Kimball,
1988).
Makhluk multiseluler, baik manusia, hewan, maupun
tumbuhan tersusun atas jutaan sel. Tiap sel memiliki fungsi tertentu untuk
kelangsungan hidup suatu organisme. Untuk menjalankan fungsinya, sel melakukan
proses metabolisme. Metabolisme adalah proses-proses kimia yang terjadi di
dalam tubuh makhluk hidup/sel. Metabolisme disebut juga reaksi enzimatis,
karena metabolisme terjadi selalu menggunakan katalisator enzim. Metabolisme juga berperan mengubah zat yang beracun menjadi senyawa yang
tak beracun dan dapat dikeluarkan dari tubuh. Proses ini disebut detoksifikasi.
Umumnya, hasil akhir anabolisme merupakan senyawa pemula untuk proses
katabolisme. Hal itu disebabkan sebagian besar proses metabolisme terjadi di
dalam sel. Mekanisme masuk dan keluarnya zat kimia melalui membran sel
mempunyai arti penting dalam mempertahankan keseimbangan energi dan materi
dalam tubuh. Proses sintesis dan penguraian berlangsung dalam berbagai jalur
metabolisme. Adapun hasil reaksi tiap tahap metabolisme merupakan senyawa
pemula dari tahap reaksi berikutnya. Proses metabolisme yang terjadi di dalam sel makhluk hidup seperti pada
tumbuhan dan manusia, melibatkan sebagian besar enzim (katalisator) baik
berlangsung secara sintesis (anabolisme) dan respirasi (katabolisme). Pada saat
berlangsungnya peristiwa reaksi biokimia di dalam sel, enzim bekerja secara
spesifik. Enzim mempercepat reaksi kimia yang menghasilkan senyawa ATP dan
senyawa-senyawa lain yang berenergi tinggi seperti pada proses respirasi,
fotosintesis, kemosintesis, sintesis protein, dan lemak (Johnson, 1984).
2.2
Laju Metabolisme
Laju metabolisme adalah jumlah total energi yang diproduksi dan
dipakai oleh tubuh per satuan waktu (Seeley, 2002). Laju metabolisme berkaitan
erat dengan respirasi karena respirasi merupakan proses ekstraksi energi dari
molekul makanan yang bergantung pada adanya oksigen (Tobin, 2005).
Secara sederhana, reaksi kimia
yang terjadi dalam respirasi dapat dituliskan sebagai berikut:
C6H12O6 + 6O2 → 6 CO2
+ 6H2O + ATP
(Tobin, 2005)
Laju metabolisme biasanya diperkirakan dengan mengukur banyaknya
oksigen yang dikonsumsi makhluk hidup per satuan waktu. Hal ini memungkinkan
karena oksidasi dari bahan makanan memerlukan oksigen (dalam jumlah
yang diketahui) untuk menghasilkan energi yang dapat diketahui jumlahnya juga.
Akan tetapi, laju metabolisme biasanya cukup diekspresikan dalam bentuk laju
konsumsi oksigen (Tobin, 2005).
Laju metabolisme dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor termasuk umur, jenis kelamin, status reproduksi, makanan dalam usus,
stress fisiologis, aktivitas, musim, ukuran tubuh dan temperature
lingkungan. Laju metabolisme baku (standard metabolic rate)
merupakan laju metabolisme hewan manakala hewan tersebut sedang istirahat dan
tidak ada makanan dalam ususnya. Ketika pengukuran laju metabolisme tengah
dilakukan, jarang sekali ikan berada dalam keaadaan diam, sehingga istilah laju
metabolsme rutin sering dipakai untuk menunjukkan bahwa laju metabolisme diukur
dalam keaadaan selama level aktifitas rutin. Ini menyebabkan hasil
pengukurannya biasanya lebih tinggi dari laju metabolisme manakala ikan
benar-benar diam (Yuwono, 2001).
Menurut Richard &
Gordan (1989) ada tiga macam metode untuk mengukur
metabolisme yaitu sebagai berikut:
1.
Menghitung
selisih antara nilai energi dari semua makanan yang masuk kedalam tubuh hewan
dan semua ekskresi terutama urin dan feses, cara ini hanya akurat digunakan
untuk digunakan bila tidak terjadi perubahan komposisi tubuh hewan.
2.
Menghitung
produksi panas total pada organisme, metode ini sungguh akurat dalam memberikan
informasi tentang bahan bakar yang digunakan, organisme yang diukur dimasukkan
dalam kalorimeter.
3.
Menghitung
jumlah oksigen yang digunakan oleh organisme untuk proses oksidasi dan jumlah
konsumsi oksigen, cara ini paling banyak digunakan dan mudah dilaksanakan
tetapi tentu saja tidak bias digunakan untuk organisme anaerob sebab meskipun
konsumsi oksigen nol bukan berarti tidak terdapat metabolisme dalam tubuh
organisme tersebut
2.3
Proses Respirasi Jangkrik
Serangga
termasuk hewan berbuku-buku. Sebagian besar serangga hidup di darat. Contoh
serangga adalah jangkrik, kupu-kupu, belalang, nyamuk, lalat, semut, laron,
kecoak. Alat pernafasan serangga yang hidup di darat berbeda dengan yang hidup
di air. Serangga bernafas dengan trakea. Trakea adalah suatu sistem alat pernafasan yang terdiri
atas pembuluh-pembuluh yang bercabang-cabang ke seluruh tubuh. Cabang-cabang
ini bermuara di stigma (spirakel). Stigma merupakan lubang keluar masuknya
udara. Pada trakea terdapat kantong udara kantong hawa, yang berfungsi
menyimpan udara yang masuk untuk sementara waktu (Johnson, 1984).
Mekanisme
respirasi hewan jangkrik yaitu corong hawa (trakea) adalah alat pernafasan yang
dimiliki oleh serangga dan arthropoda lainnya. Pembuluh trakea bermuara pada
lubang kecil yang ada dikerangka luar (eksoskeleton) yang disebut spirakel.
Spirakel berbentuk pembuluh silindris yang berlapis zat kitin, yang terletak
berpasangan pada setiap sekmen tubuh. Spirakel mempunyai tutup yang dikontrol
oleh otot sehingga membuka dan menutupnya spirakel terjadi secara teratur.
Umumnya spirakel terbuka selama serangga terbang, dan menutup saat
beristirahat. Oksigen dari luar masuk lewat spirakel. Kemudian udara dan
spirakel menuju pembuluh – pembuluh trakea dan selanjutnya pembuluh trakea
bercabang lagi menjadi cabang halus yang disebut trakeolus. Sehingga dapat mencapai seluruh jaringan dan alat tubuh
bagian dalam. Trakeolus tidak berlapis titin, terisi cairan dan dibentuk oleh
sel yang disebut trakeoblas. Pertukaran gas terjadi antara trakeolus dengan sel
– sel tubuh. Trakeolus mempunyai fungsi yang sama dengan kapiler. Pada sistem
pengangkutan pada vertebrata. Mekanisme pernapasan pada serangga ini, misalnya
belalang adalah : jika otot perut belalang berkontraksi maka trakea menyerpi
sehingga udara kaya CO2 keluar. Sebaliknya, jika otot perut belalang
berkontraksi maka trakea kembali pada volume semula. Sehingga tekanan udara
menjadi lebih kecil dibandingkan tekanan diluar sebagai akibatnya udara diluar
yang kaya oksigen masuk ke trakea, sistem trake berfungsi mengangkut oksigen
dan mengedarkan keseluruh tubuh, sebaliknya mengangkut karbondioksida hasil
respirasi dikeluarkan dalam tubuh. Dengan demikian, darah pada serangga hanya
berfungsi mengangkut sari makanan dan tidak mengangkut gas. Bagian ujung
trakeolus terdapat cairan sehingga udara mudah berdifusi ke jaringan (Johnson, 1984).
2.4
Respirometri
Respirometer adalah alat yang digunakan untuk
mengukur rata-rata pernapasan organisme dengan mengukur rata-rata pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Hal ini memungkinkan penyelidikan bagaimana faktor-faktor
seperti umur atau pengaruh cahaya memengaruhi rata-rata pernapasan (Anonim,
2011).
Respirometer sederhana adalah alat yang dapat digunakan
untuk mengukur kecepatan pernapasan beberapa macam organisme hidup seperti serangga, bunga, akar, kecambah yang segar. Jika tidak ada perubahan suhu yang berarti, kecepatan pernapasan
dapat dinyatakan dalam ml/detik/g, yaitu banyaknya oksigen yang digunakan oleh makhluk percobaan tiap 1 gram berat
tiap detik. Respirometer ini terdiri atas dua bagian yang dapat dipisahkan,
yaitu tabung spesimen (tempat hewan atau bagian tumbuhan yang diselidiki) dan
pipa kapiler berskala yang dikaliberasikan
teliti hingga 0,01 ml. Kedua bagian ini dapat disatukan amat rapat hingga kedap
udara dan didudukkan pada penumpu (landasan) kayu atau logam
(Anonim, 2011).Respirasi sel, jalur metabolisme yang menghasilkan energi (dalam bentuk ATP dan NADPH) dari molekul-molekul bahan bakar (karbohidrat, lemak, dan protein). Jalur-jalur metabolisme respirasi sel juga terlibat dalam pencernaan makanan. Respirasi dalam biologi adalah proses mobilisasi energi yang dilakukan jasad hidup melalui pemecahan senyawa berenergi tinggi (SET) untuk digunakan dalam menjalankan fungsi hidup. Dalam pengertian kegiatan kehidupan sehari-hari, respirasi dapat disamakan dengan pernapasan. Namun demikian, istilah respirasi mencakup proses-proses yang juga tidak tercakup pada istilah pernapasan. Respirasi terjadi pada semua tingkatan organisme hidup, mulai dari individu hingga satuan terkecil, sel. Apabila pernapasan biasanya diasosiasikan dengan penggunaan oksigen sebagai senyawa pemecah, respirasi tidak melulu melibatkan oksigen (Guyton, 1997).
Glikogenolisis, pengubahan glikogen menjadi glukosa. Glikogenolisis adalah lintasan metabolisme yang digunakan oleh tubuh, selain glukoneogenosis, untuk menjaga keseimbangan kadar glukosa di dalam plasma darah untuk menghindari simtoma hipoglisemia. Pada glikogenolisis, glikogen digradasi berturut-turut dengan 3 enzim, glikogen fosforilase, glukosidase, fosfoglukomutase, menjadi glukosa. Hormon yang berperan pada lintasan ini adalah glukagon dan adrenalin. Glikolisis, pengubahan glukosa menjadi piruvat dan ATP tanpa membutuhkan oksigen. Glikolisis adalah serangkaian reaksi biokimia di mana glukosa dioksidasi menjadi molekul asam piruvat. Glikolisis adalah salah satu proses metabolisme yang paling universal yang kita kenal, dan terjadi (dengan berbagai variasi) di banyak jenis sel dalam hampir seluruh bentuk organisme. Proses glikolisis sendiri menghasilkan lebih sedikit energi per molekul glukosa dibandingkan dengan oksidasi aerobik yang sempurna. Energi yang dihasilkan disimpan dalam senyawa organik berupa adenosine triphosphate atau yang lebih umum dikenal dengan istilah ATP dan NADH (Campbell, 2000).
Transpor elektron terjadi di membran dalam mitokondria, dan berakhir setelah elektron dan H+ bereaksi dengan oksigen yang berfungsi sebagai akseptor terakhir, membentuk H2O. ATP yang dihasilkan pada tahap ini adalah 32 ATP. Reaksinya kompleks, tetapi yang berperan penting adalah NADH, FAD, dan molekul-molekul khusus, seperti Flavo protein, ko-enzim Q, serta beberapa sitokrom. Dikenal ada beberapa sitokrom, yaitu sitokrom C1, C, A, B, dan A3. Elektron berenergi pertama-tama berasal dari NADH, kemudian ditransfer ke FMN (Flavine Mono Nukleotida), selanjutnya ke Q, sitokrom C1, C, A, B, dan A3, lalu berikatan dengan H yang diambil dari lingkungan sekitarnya. Sampai terjadi reaksi terakhir yang membentuk H2O. Hasil akhir proses ini terbentuknya 32 ATP dan H2O sebagai hasil sampingan respirasi. Produk sampingan respirasi tersebut pada akhirnya dibuang ke luar tubuh, pada tumbuhan melalui stomata dan melalui paru-paru pada pernapasan hewan tingkat tinggi (Campbell, 2000).
Fosforilasi oksidatif adalah suatu lintasan metabolisme yang menggunakan energi yang dilepaskan oleh oksidasi nutrien untuk menghasilkan ATP, dan mereduksi gas oksigen menjadi air. Walaupun banyak bentuk kehidupan di bumi menggunakan berbagai jenis nutrien, hampir semuanya menjalankan fosforilasi oksidatif untuk menghasilkan ATP. Lintasan ini sangat umum digunakan karena sangat efisien untuk mendapatkan energi, dibandingkan dengan proses fermentasi alternatif lainnya seperti glikolisis anaerobik. Dalam proses fosforilasi oksidatif, elektron yang dihasilkan oleh siklus asam sitrat akan ditransfer ke senyawa NAD+ yang berada di dalam matriks mitokondria. Setelah menerima elektron, NAD+ akan bereaksi menjadi NADH dan ion H+, kemudian mendonorkan elektronnya ke rantai transpor elektron kompleks I dan FAD yang berada di dalam rantai transpor elektron kompleks II. FAD akan menerima dua elektron, kemudian bereaksi menjadi FADH2 melalui reaksi redoks. Reaksi redoks ini melepaskan energi yang digunakan untuk membentuk ATP. Pada eukariota, reaksi redoks ini dijalankan oleh serangkaian kompleks protein di dalam mitokondria, manakala pada prokariota, protein-protein ini berada di membran dalam sel. Enzim yang saling berhubungan ini disebut sebagai rantai transpor elektron. Pada eukariota, lima kompleks protein utama terlibat dalam proses ini, manakala pada prokariota, terdapat banyak enzim-enzim berbeda yang terlibat. Elektron yang melekat pada molekul rantai transpor elektron di sisi dalam membran mitokondria akan menarik ion H+ menuju membran mitokondria sisi luar, disebut kopling kemiosmotik,[4] yang menyebabkan kemiosmosis, yaitu difusi ion H+ melalui ATP sintase ke dalam mitokondria yang berlawanan dengan arah gradien pH, dari area dengan energi potensial elektrokimiawi lebih rendah menuju matriks dengan energi potensial lebih tinggi. Proses kopling kemiosmotik menghasilkan kombinasi gradien pH dan potensial listrik di sepanjang membran ini yang disebut gaya gerak proton. Energi gaya gerak proton digunakan untuk menghasilkan ATP melalui reaksi fosforilasi ADP. Walaupun fosforilasi oksidatif adalah bagian vital metabolisme, ia menghasilkan spesi oksigen reaktif seperti superoksida dan hidrogen peroksida pada kompleks I. Hal ini dapat mengakibatkan pembentukan radikal bebas, merusak sel tubuh, dan kemungkinan juga menyebabkan penuaan. Enzim-enzim yang terlibat dalam lintasan metabolisme ini juga merupakan target dari banyak obat dan racun yang dapat menghambat aktivitas enzim (Pickering, 2000).
Siklus krebs merupakan tahap kedua respirasi aerob. Nama siklus ini berasal dari nama orang yang menemukan reaksi tahap kedua respirasi aerob ini, yaitu Hans Krebs. Siklus ini disebut juga siklus asam sitrat. Siklus krebs diawali dengan adanya 2 molekul asam piruvat yang dibentuk pada glikolisis yang meninggalkan sitoplasma masuk ke mitokondria. Sehingga, siklus krebs terjadi di dalam mitokondria (Campbell, 2000).
Hasil-hasil anabolisme berguna dalam fungsi yang esensial. Hasil-hasil tersebut misalnya glikogen dan protein sebagai bahan bakar dalam tubuh, asam nukleat untuk pengkopian informasi genetik. Protein, lipid, dan karbohidrat menyusun struktur tubuh makhluk hidup, baik intraselular maupun ekstraselular. Bila sintesis bahan-bahan ini lebih cepat dari perombakannya, maka organisme akan tumbuh (Guyton, 1997).
Waktu
|
Volume Udara
|
5 menit pertama
|
0,37 ml
|
5 menit kedua
|
0,47 ml
|
5 menit ketiga
|
0,58 ml
|
Jumlah
|
1,42 ml
|
Rata-Rata
|
0,58 ml
|
No.
|
Nama
Praktikan
|
Jenis
Kelamin
|
Kadar
Glukosa Darah (mg/dL)
|
1.
|
Praktikan
1
|
Laki-laki
|
103
mg/dL
|
2.
|
Praktikan
2
|
Laki-laki
|
97
mg/dL
|
3.
|
Praktikan
3
|
Perempuan
|
97
mg/dL
|
4.
|
Praktikan
4
|
Perempuan
|
78
mg/dL
|
Alat ini bekerja atas suatu prinsip
bahwa dalam pernapasan ada oksigen yang digunakan oleh organisme dan ada karbon dioksida yang dikeluarkan olehnya. Jika organisme yang bernapas itu
disimpan dalam ruang tertutup dan karbon dioksida yang dikeluarkan oleh
organisme dalam ruang tertutup itu diikat, maka penyusutan udara akan terjadi.
Kecepatan penyusutan udara dalam ruang itu dapat dicatat (diamati) pada pipa
kapiler berskala (Anonim, 2011).
Spesimen yang akan digunakan dalam
penyelidikan ini sebaiknya dipilih yang masih segar atau lincah. Tabung
spesimen dipisahkan dari bagian yang berskala dan kedalamnya dimasukkan zat
pengikat CO2. Biasanya digunakan KOH kristal yang kemudian ditutup
dengan kasa atau kapas agar tidak tercecah oleh spesimen yang diselidiki.
Sebagai pengikat CO2 dapat juga digunakan larutan pekat KOH yang
diserapkan pada kertas pengisap. Setelah itu spesimen dimasukkan ke dalam
tabung dan tabung ditutup dengan bagian yang berskala rapat-rapat. Untuk
mengetahui penyusutan udara dalam tabung, pada ujung terbuka pipa berskala diberi
setetes air (lebih baik berwarna misalnya eosin). Tetes air ini akan bergerak ke arah tabung
spesimen karena terjadinya penyusutan volum udara dalam ruang tertutup (tabung
spesimen) sebagai akibat pernapasan, yaitu O2 diserap, CO2
dihembuskan tetapi lalu diserap oleh KOH. Kecepatan tetes air itu bergerak ke
dalam menunjukkan kecepatan pernapasan organisme yang diselidiki.
Perhitungan dilakukan untuk memperoleh angka kecepatan respirasi
hewan/organisme tertentu dalam ml tiap satuan waktu. Data yang diambil adalah: lama
pernapasan (misalnya dapat diambil tiap 5 menit sekali atau 10 menit sekali)
dan jarak yang ditempuh oleh tetes air bergerak. Jika nilai skala pada pipa
kapiler tertera 0,1 --- 0,2 dan seterusnya,
dan jarak itu dibagi menjadi 5 bagian, maka berarti 1 skala bernilai 0,02 ml
(Anonim, 2011).
2.5
Jalur Metabolisme
Menurut (Guyton, 1997), Jalur-jalur
metabolisme terdiri dari reaksi katabolisme dan rekasi anabolisme:
Ø Katabolisme,
yaitu reaksi yang mengurai molekul senyawa organik untuk mendapatkan energi
Ø Anabolisme,
yaitu reaksi yang merangkai senyawa organik dari molekul-molekul tertentu,
untuk diserap oleh sel tubuh.
Kedua arah
lintasan metabolisme diperlukan setiap organisme untuk dapat bertahan hidup.
Arah lintasan metabolisme ditentukan oleh suatu senyawa yang disebut sebagai hormon, dan
dipercepat (dikatalisis)
oleh enzim. Pada
senyawa organik, penentu arah reaksi kimia disebut promoter dan penentu percepatan
reaksi kimia disebut katalis.
Pada setiap arah metabolisme, reaksi
kimiawi melibatkan sejumlah substrat yang bereaksi dengan dikatalisis enzim pada
jenjang-jenjang reaksi guna menghasilkan senyawa intermediat,
yang merupakan substrat pada jenjang reaksi berikutnya. Keseluruhan pereaksi
kimia yang terlibat pada suatu jenjang reaksi disebut metabolom.
Semua ini dipelajari pada suatu cabang ilmu biologi yang
disebut metabolomika.
2.1.1
Katabolisme
Katabolisme
adalah reaksi penguraian senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana
dengan bantuan enzim. Penguraian senyawa ini menghasilkan atau melepaskan energi
berupa ATP yang biasa digunakaan organisme untuk beraktivitas. Katabolisme
mempunyai dua fungsi, yaitu menyediakan bahan baku untuk sintesis molekul lain,
dan menyediakan energi kimia yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas sel.
Reaksi yang umum terjadi adalah reaksi oksidasi. Energi yang dilepaskan oleh
reaksi katabolisme disimpan dalam bentuk fosfat, terutama dalam bentuk ATP
(Adenosin trifosfat) dan berenergi elektron tinggi NADH2 (Nikotilamid adenin
dinukleotida H2) serta FADH2 (Flavin adenin dinukleotida H2) (Guyton,
1997).
1. Respirasi sel
Pada dasarnya,
respirasi adalah proses oksidasi yang dialami SET sebagai unit penyimpan energi
kimia pada organisme hidup. SET, seperti molekul gula atau asam-asam lemak,
dapat dipecah dengan bantuan enzim dan beberapa molekul sederhana. Karena
proses ini adalah reaksi eksoterm (melepaskan energi), energi yang dilepas
ditangkap oleh ADP atau NADP membentuk ATP atau NADPH. Pada gilirannya,
berbagai reaksi biokimia endotermik (memerlukan energi) dipasok kebutuhan
energinya dari kedua kelompok senyawa terakhir ini. Kebanyakan respirasi yang
dapat disaksikan manusia memerlukan oksigen sebagai oksidatornya. Reaksi yang
demikian ini disebut sebagai respirasi aerob. Namun demikian, banyak proses
respirasi yang tidak melibatkan oksigen, yang disebut respirasi anaerob. Yang
paling biasa dikenal orang adalah dalam proses pembuatan alkohol oleh khamir
Saccharomyces cerevisiae. Berbagai bakteri anaerob menggunakan belerang (atau
senyawanya) atau beberapa logam sebagai oksidator. Respirasi dilakukan pada satuan sel.
Proses respirasi pada organisme eukariotik terjadi di dalam mitokondria (Guyton,
1997).
2.
Glikolisis
Lintasan
glikolisis yang paling umum adalah lintasan Embden-Meyerhof-Parnas (bahasa
Inggris: EMP pathway), yang pertama kali ditemukan oleh Gustav
Embden, Otto Meyerhof dan Jakub Karol Parnas. Selain itu juga terdapat lintasan
Entner–Doudoroff yang ditemukan oleh Michael Doudoroff
dan Nathan Entner terjadi hanya pada sel prokariota, dan berbagai lintasan
heterofermentatif dan homofermentatif (Campbell,
2000).
3. Transpor Electron
4.
Fosforilasi Oksidatif
5. Dekarboksilasi Oksidatif
Dekarboksilasi Oksidatif atau disingkat dengan DO adalah proses
Perubahan Piruvatmenjadi Asetilkoezim – A. Proses
ini berlangsung karboksilasi Oksidatif ini di membran luar mitocondria sebagai
fase antara sebelum Siklus Krebs ( Pra Siklus Krebs ) sehingga DO sering
dimasukkan langsung dalam Siklus krebs. Reaksi oksidasi piruvat hasil
glikolisis menjadi asetil koenzim-A, merupakan tahap
reaksi penghubung yang penting antara glikolisis dengan jalur metabolisme
lingkar asam trikarboksilat (daur Krebs). Reaksi yang diaktalisis oleh
kompleks piruvat dehidrogenase dalam matriks mitokondria melibatkan tiga macam
enzim (piruvat dehidrogenase,
dihidrolipoil transasetilase, dan dihidrolipoil dehidrogenase), lima macam koenzim
(tiaminpirofosfat, asam lipoat, koenzim-A,
flavin adenin dinukleotida, dan nikotinamid adenine dinukleotida) dan berlangsung dalam
lima tahap reaksi. Keseluruhan reaksi dekarboksilasi ini irreversibel,
dengan ∆ G 0 = - 80 kkal per mol. Reaksi ini merupakan jalan masuk utama
karbohidrat kedalam daur Krebs. Tahap
reaksi pertama dikatalis oleh piruvat dehidrogenase yang menggunakan tiamin
pirofosfat sebagai koenzimnya.Dekarboksilasi piruvat menghasilkan
senyawa α-hidroksietil yang terkait pada gugus cincin tiazol dari tiamin
pirofosfat (Pickering, 2000).
Pada
tahap reaksi kedua α-hidroksietil didehidrogenase menjadi asetil yang kemudian
dipindahkan dari tiamin pirofosfat ke atom S dari koenzim yang berikutnya,
yaitu asam lipoat, yang terikat pada enzim dihidrolipoil
transasetilase. Dalam hal ini gugus disulfida dari asam lipoat diubah
menjadi bentuk reduksinya, gugus sulfhidril. Pada tahap
reaksi ketiga, gugus asetil dipindahkan dengan perantara enzim dari gugus
lipoil pada asam dihidrolipoat, kegugus tiol (sulfhidril pada koenzim-A).
Kemudian asetil ko-A dibebaskan dari sistem enzim kompleks piruvat
dehidrogenase. Pada tahap reaksi keempat gugus tiol pada gugus lipoil yang
terikat pada dihidrolipoil transasetilase dioksidasi kembali menjadi bentuk
disulfidanya dengan enzim dihidrolipoil dehidrogenase yang berikatan dengan FAD
(flavin adenin dinukleotida) (Guyton, 1997).
Akhirnya (tahap reaksi
kelima) FADH + (bentuk reduksi dari FAD) yang tetap terikat pada enzim,
dioksidasi kembali oleh NAD + (nikotinamid adenin dinukleotida) manjadi FAD,
sedangkan NAD + berubah menjadi NADH (bentuk reduksi dari NAD +) (Guyton, 1997).
6. Siklus Krebs
Dapat disimpulkan bahwa
siklus krebs merupakan tahap kedua dalam respirasi aerob yang mempunyai tiga
fungsi, yaitu menghasilkan NADH, FADH2, ATP serta membentuk kembali
oksaloasetat. Oksaloasetat ini berfungsi untuk siklus krebs selanjutnya. Dalam
siklus krebs, dihasilkan 6 NADH, 2 FADH2, dan 2 ATP (Campbell, 2000).
7. Fermentasi
Menurut
(Kimball, 1988), Fermentasi adalah proses pembebasan energy tanpa oksigen. Ciri-ciri dari fermentasi adalah terjadi pada organisme yang tidak
membutuhkan oksigen bebas, terjadi proses glikolisis, tidak terjadi penyaluran
elektron ke Siklus Krebs, dan Transpor Elektron Energi (ATP) yang terbentuk
lebih sedikit jika dibandingkan dengan respirasi aerob. Fermentasi terdiri atas 3
macam, yaitu fermentasi asam laktat, fermentasi alkohol, fermentasi asam cuka. Prinsip dari sebuah fermentasi adalah
memperbanyak jumlah mikroorganisme dan menggiatkan metabolismenya dalam bahan
pangan. Bahan baku yang paling banyak digunakan oleh mikroorganisme adalah
karbohidrat dari glukosa tetapi mikroorganisme juga dapat menggunakan protein
dan lemak. Beberapa manfaat dari fermentasi adalah pengawet makanan zat-zat
metabolit yang dihasilkan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk,
penganekaragaman pangan, menginhibisi pertumbuhan mikroorganisme patogen,
meningkatkan nilai gizi makanan.
2.1.2 Anabolisme
Anabolisme adalah lintasan metabolisme yang menyusun beberapa senyawa
organik sederhana menjadi senyawa kimia atau molekul kompleks. Proses
ini membutuhkan energi dari luar. Energi yang digunakan dalam reaksi ini dapat
berupa energi cahaya ataupun energi kimia. Energi tersebut, selanjutnya
digunakan untuk mengikat senyawa-senyawa sederhana tersebut menjadi senyawa
yang lebih kompleks. Jadi, dalam proses ini energi yang diperlukan tersebut
tidak hilang, tetapi tersimpan dalam bentuk ikatan-ikatan kimia pada senyawa kompleks yang
terbentuk (Guyton, 1997).
Anabolisme meliputi tiga tahapan
dasar. Pertama, produksi prekursor seperti asam amino, monosakarida, dan
nukleotida. Kedua, adalah aktivasi senyawa-senyawa tersebut menjadi bentuk
reaktif menggunakan energi dari ATP. Ketiga, penggabungan prekursor
tersebut menjadi molekul kompleks, seperti protein, polisakarida, lemak, dan
asam nukleat. Anabolisme yang menggunakan energi cahaya dikenal dengan
fotosintesis, sedangkan anabolisme yang menggunakan energi kimia dikenal dengan
kemosintesis (Guyton, 1997).
(Guyton,1997).
1. Fotosintesis
Arti
fotosintesis adalah proses penyusunan atau pembentukan dengan menggunakan
energi cahaya atau foton. Sumber energi cahaya alami adalah matahari yang
memiliki spektrum cahaya infra merah (tidak kelihatan), merah, jingga, kuning,
hijau, biru, nila, ungu dan ultra ungu (tidak kelihatan).
Yang digunakan dalam proses fetosintesis adalah
spektrum cahaya tampak, dari ungu sampai merah, infra merah dan ultra ungu
tidak digunakan dalam fotosintesis. Dalam
fotosintesis, dihasilkan karbohidrat dan oksigen, oksigen sebagai hasil sampingan
dari fotosintesis, volumenya dapat diukur, oleh sebab itu untuk mengetahui
tingkat produksi fotosintesis adalah dengan mengatur volume oksigen yang
dikeluarkan dari tubuh tumbuhan. Untuk
membuktikan bahwa dalam fotosintesis diperlukan energi cahaya matahari, dapat
dilakukan percobaan Ingenhousz (Campbell, 2000).
2. Kemosintesis
Tidak
semua tumbuhan dapat melakukan asimilasi C menggunakan cahaya sebagai sumber
energi. Beberapa macam bakteri yang tidak mempunyai klorofil dapat mengadakan
asimilasi C dengan menggunakan energi yang berasal dan reaksi-reaksi kimia,
misalnya bakteri sulfur, bakteri nitrat, bakteri nitrit, bakteri besi dan
lain-lain. Bakteri-bakteri tersebut memperoleh energi dari hasil oksidasi
senyawa-senyawa tertentu. Bakteri besi memperoleh energi kimia dengan cara
oksidasi Fe2+ (ferro) menjadi Fe3+ (ferri).
Bakteri Nitrosomonas dan Nitrosococcus
memperoleh energi dengan cara mengoksidasi NH3, tepatnya Amonium
Karbonat menjadi asam nitrit dengan reaksi.
Nitrosomonas :
(NH4)2CO3
+ 3 O2 ——> 2 HNO2 + CO2 + 3 H20
+ Energi
Nitrosococcus (Campbell, 2000).
2.6
Proses Penyeimbangan Glukosa
Penyeimbangan glukosa darah dilakukan
dengan menggunakan sekresi hormon insulin, glukagon dan hormon somatostatin.
Pengaturan glukosa darah juga dilakukan dengan cara kerja otot serta
menyediakan cadangan glukosa jika glukosa darah berlebih. Makanan pertama kali
ditelan oleh mulut masih dalam bentuk karbohidrat, yaitu monosakarida,
diskarida, polisakarida. Kemudian setelah ditelan diubah menjadi monosakarida.
Setelah itu, monosakarida diserap oleh duodenum dan jejenum proksimal.
Peristiwa ini membuat kadar glukosa darah meningkat sementara waktu dan akan
kembali normal karena adanya keseimbangan metabolisme. Selain itu, pengaturan
glukosa darah juga bergantung pada kerja hati dan sedikit pada perifer otot dan
jaringan lemak . Hati berguna dalam pengaturan glukosa darah dikarenakan hati
berfungsi untuk mengekstraksi glukosa, menyintesis glikogen, glikogenolisis.
Selain itu pengaturan kadar glukosa darah oleh hati juga bergantung pada
beberapa hormon, yaitu hormon insulin. Hormon insulin adalah hormon yang
dihasilkan oleh pankreas tepatnya pada sel β pulau langerhans dan berfungsi
untuk menurunkan glukosa darah. Selain hormon insulin, pengaturan glukosa darah
juga diatur oleh hormon-hormon yang berguna untuk menaikkan glukosa darah,
yaitu hormon glukagon yang disekresikan oleg sel α pulau langerhans, hormon
epinefrin yang disekresikan oleh medula adrenal, dan hormon glukokortikoid yang
disekresikan oleh korteks adrenal (Richard & Gordon, 1989).
Jadi dapat disimpulkan bahwa glukosa
darah berbanding terbalik dengan hormon insulin dan berbanding lurus dengan
hormon glukagon, epinefrin, dan glukokortikoid. Maksudnya, apabila hormon
insulin yang disekresikan sedikit maka glukosa darah meningkat. Sedangkan
apabila hormon glukagon, epinefrin, dan glukokortikoid disekresikan banyak maka
glukosa darahpun ikut meningkat (Richard & Gordon, 1989).
III. METODOLOGI
3.1 Konsumsi
Oksigen
3.1.1
Alat
a. Respirometer
3.1.2
Bahan
a. KOH
20%
b. Larutan
Giemsa
3.1.3
Cara Kerja
a.
Kalibrasi Alat
1.
Pipet respirometer sederhana dikalibrasi dengan
siring 0,5 ml
2.
Dilakukan
pengamatan larutan giemsa 0,5 ml memenuhi berapa skala pipet respirometer.
3.
Dilakukan
pengulangan pengamatan sebanyak tiga kali.
4.
Menghitung
volume setiap skala pipet respirometer.
b. Pengukuran Konsumsi Oksigen
1.
Hewan
invertebrata (jangkrik atau belalang) yang akan dipergunakan ditimbang.
2.
Pada
dasar respirometer diletakkan kapas yang telah ditetesi dengan KOH 20%,
kemudian kapas ditutup menggunakan kawat kasa.
3.
Hewan
yang telah diketahui bobot tubuhnya dimasukkan ke dalam tabung respirometer.
4.
Pipet
respirometer yang telah diisi dengan larutan giemsa dipasangkan pada tabung
respirometer.
5.
Dicatat
posisi larutan pada skala pipet respirometer.
6.
Setiap
5 menit diamati perubahan letak larutan, pengamatan dilakukan selama satu jam.
3.2 Glukosa
Darah
3.1.1 Alat
a. Jarum
francle
b. Accu
Check Active
3.1.2 Bahan
a. Alkohol 70 %
b. Kapas
c. Darah
3.1.3 Cara Kerja
a. Pengambilan
Darah
1. Empat
orang praktikan, diambil darahnya
dari vena brachialis pada bagian ujung jari.
2.
Daerah pengambilan darah dibersihkan dengan kapas yang
telah dicelupkan ke dalam alkohol 70%.
3.
Vena
brachialis ditusuk menggunakan jarum francle dengan arah miring. Tetesan
darah yang keluar dipakai untuk pemeriksaan kadar glukosa darah.
b. Pengukuran
Kadar Glukosa Darah
1.
Alat
yang dipergunakan untuk menentukan kadar glukosa darah adalah Accu Check
Active.
2.
Accu
Check dinyalakan dengan menekan tombol On (S) sehingga dilayar muncul ”ON”.
3.
Test
strip yang dipergunakan untuk mengukur
kadar glukosa darah dipasangkan pada Accu Check. Tunggu beberapa saat sampai
lampu indikator warna merah berkedip-kedip. Berkedipnya lampu menandakan test
strip siap ditetesi darah.
4.
1-2
mL (mikroliter) atau satu tetes darah diambil dengan jarum
francle, diteteskan di atas area berbentuk kotak, berwarna jingga (oranye) pada
test strip. Ditunggu selama 5-7 detik, pada layar akan muncul angka yang
menunjukkan kadar glukosa darah sesaat pada hewan tersebut.
5.
Angka
yang diperoleh dicatat pada Lembar Kerja yang tersedia.
IV.
HASIL PENGAMATAN
4.1 Konsumsi
Oksigen
Bobot
jangkrik = 0,4 gram
Volume udara eksperimen = 0,473 ml
Temperatur eksperimen =
30ooC = 30 + 273oK = 303 oK
Tekanan eksperimen = 760 mmHg
Waktu
yang diperlukan oleh cairan sampai pada dasar pipet :
1.
5
menit
2.
5
menit
3.
5
menit
Rata-rata
= 5 menit = 300 detik
Laju
konsumsi oksigen (STB)
Laju
konsumsi oksigen (STB) = 0,0004257 liter/jam
Laju
konsumsi oksigen
=
=
= 0,1226016 = 0,122
Laju
konsumsi oksigen = ml/menit
=liter/jam
Laju
metabolisme
Laju
metabolisme / BB / hari = Volume
oksigen STB
=
=
=
6,957053192
=
6,95 Kcal/hari
Laju
metabolisme =6,95
Kcal/hari
4.2 Kadar
Glukosa
V. PEMBAHASAN
5.1 Konsumsi
Oksigen
Praktikum mengenai pengukuran laju metabolisme ini
bertujuan untuk mengetahui prinsip dan cara menentukan konsumsi oksigen pada
serangga yaitu jangkrik serta mahir menggunakan alat respirometer sederhana
untuk mengetahui aktifitas metabolisme. Alat ini bekerja atas suatu prinsip bahwa dalam pernapasan ada oksigen yang digunakan oleh organisme dan ada karbon dioksida yang dikeluarkan olehnya.
Jangkrik dtimbang terlebih dahulu sebelum digunakan.
Pada dasar respirometer diletakkan kapas yang telah
ditetesi dengan KOH 20%, kemudian kapas ditutup menggunakan kawat kasa.
Fungsi KOH adalah untuk mengikat CO2,
sehingga pergerakan yang terjadi pada respirometri hanya disebabkan oleh
konsumsi oksigen. Reaksi pengikatan CO2 oleh KOH adalah sebagai
berikut:
KOH
+ CO2 → K2CO3 + H2O (Chang, 1996)
Jangkrik yang
telah diketahui bobot tubuhnya dimasukkan ke dalam tabung respirometer.
Pipet respirometer yang telah diisi dengan larutan giemsa
dipasangkan pada tabung respirometer. Kemudian
dicatat posisi larutan pada
skala pipet respirometer. Setiap 5 menit diamati perubahan letak larutan, pengamatan dilakukan
selama satu jam dan diukur setiap volume yang berubah.
Jangkrik mempunyai bobot tubuh 0,4 gram. Volume
udara eksperimen adalah 0,473 ml. Temperatur dan tekanan saat eksperimen adalah
30℃
(303°K)
dan 760 mmHg. Waktu yang diperlukan oleh cairan sampai pada dasar pipet adalah
5 menit (300 detik).
Parameter yang diukur meliputi tiga hal yaitu laju
konsumsi oksigen pada STB (suhu temperatur baku), laju volume oksigen yang
dikonsi per hari, dan laju metabolisme. Hasil yang diperoleh adalah sebagai
berikut:
Laju
konsumsi oksigen (STB) =
0,0004257 liter/jam
Laju oksigen yang dikonsumsi per
hari = 0,122
Laju
metabolisme =
6,95 Kcal/hari
Laju
konsumsi oksigen yang diukur menunjukkan berapa banyak volume yang dikonsumsi
oleh seekor jangkrik untuk menghasilkan energi per jam dan per harinya. Laju
konsumsi oksigen ini dipengerahui oleh banyak faktor yaitu, spesies hewan, suhu
lingkungan (terutama bagi hewan ektoterm), dan aktivitas. Selain ketiga hal
tersebut, ukuran tubuh juga menentukan besarnya laju konsumsi oksigen (Tobin,
2005). Untuk hewan endoterm, hewan yang berukuran tubuh kecil akan memiliki
laju konsumsi oksigen per unit massa yang lebih besar dibanding hewan yang
berukuran lebih besar.Jika aktivitas yang dilakukan oleh suatu hewan lebih
banyak maka akan mengkonsumsi oksigen lebih banyak pula dan sebaliknya.
Laju metabolisme menunjukkan
jumlah total energi yang diproduksi dan dipakai oleh tubuh per satuan waktu
(Seeley, 2002). Laju metabolisme berkaitan erat dengan respirasi dan nutrisi
yang dikonsumsi karena respirasi merupakan proses ekstraksi energi dari molekul
makanan yang bergantung pada adanya oksigen
Secara
sederhana, reaksi kimia yang terjadi dalam respirasi
dapat dituliskan sebagai berikut:
C6H12O6 + 6O2 → 6 CO2
+ 6H2O + ATP
(Tobin, 2005)
Laju metabolisme dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor termasuk umur, jenis kelamin, status reproduksi, makanan dalam usus,
stress fisiologis, aktivitas, musim, ukuran tubuh dan temperature
lingkungan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Tang (2001),
bahwa laju metabolisme dipengaruhi oleh faktor biotik seperti suhu,
salinitas, oksigen, karbondioksida, amoniak, pH, fotoperiode, musim dan
tekanan. Sedangkan untuk faktor abiotik seperti aktivitas, berat, kelamin, umur,
scooling, stress, puasa dan ratio makan.
Metabolisme yang terjadi di dalam tubuh yang
menghasilkan energi ini bisa juga disebut sebagai katabolisme
(penguraian senyawa) yang menghasilkan atau melepaskan energi berupa ATP yang biasa digunakaan untuk beraktivitas, menyediakan bahan
baku untuk sintesis molekul lain, dan menyediakan energi kimia yang dibutuhkan
untuk melakukan aktivitas sel. Reaksi yang umum terjadi adalah reaksi oksidasi.
Reaksi oksidasi akan mengoksidasi bahan makan atau nutrisi yang dikonsumsi
tubuh berupa karbohidrat, protein, lemak, serta satu liter oksigen. Sehingga
apabila telah dioksidasi bahan makan akan
menghasilkan energi sebesar 4.825 kalori dengan laju metabolisme pada jangkrik
sebesar 6,95 Kcal / hari.
5.2 Kadar
Glukosa
Glukosa
merupakan sumber tenaga yang dibentuk dari
senyawa – senyawa glukogenik yang mengalami glukoneogenesis. Hal itu
terjadi karena glukosa dibentuk dari formaldehida pada keadaan abiotik,
sehingga akan mudah tersedia bagi sistem biokimia primitive. Hal yang lebih
penting bagi organisme tingkat atas adalah kecenderungan glukosa, dibandingkan
dengan gula heksosa lainnya, yang tidak mudah bereaksi secara nonspesifik
dengan gugus amino suatu protein (Soewolo,2005). Reaksi ini (glikosilasi) mereduksi
atau bahkan merusak fungsi berbagai enzim. Menurut Soewolo (2005), Glukosa
darah berasal dari absorpsi pencernaan makanan dan pembebasan glukosa dari
persediaan glikogen sel. Tingkat glukosa darah akan turun apabila laju
penyerapan oleh jaringan untuk metabolisme atau disimpan lebih tinggi daripada
laju penambahan. Penyerapan glukosa oleh sel-sel distimulus oleh insulin, yang
disekresikan oleh sel beta dari pulau-pulau Langerhans. Glukosa berpindah dari
plasma ke sel-sel karena konsentrasi glukosa dalam plasma lebih tinggi daripada
dalam sel. Di dalam sel, glukosa dikonversi menjadi glukosa 6 fosfat yang
ditahan dalam sel sebagai hasil daripada pengurangan permeabilitas membrane
oleh pengaruh kelompok fosfat. Insulin meningkatkan masuknya glukosa ke dalam
sel dengan meningkatkan laju transport terbantu dari glukosa melintasi membran
sel. Begitu glukosa telah masuk sel, segera difosforilasi untuk menjaganya
tanpa control. Menurut Richard & Gordon (1989), Insulin dihasilkan oleh sel-sel β,
mendominasi gambaran metabolik. Hormon ini mengatur pemakaian glukosa melalui
banyak cara, yaitu meningkatkan pemasukan glukosa dan kalium ke dalam sebagian
besar sel, merangsang sintesis glikogen di hati dan otot, mendorong perubahan
glukosa menjadi asam-asam lemak dan trigliserida, dan meningkatkan sintesis
protein. Secara keseluruhan, efek hormon ini adalah untuk mendorong penyimpanan
energi dan meningkatkan pemakaian glukosa. Insulin memasukkan gula ke dalam sel
sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi. Adanya
kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kombinasi keduanya, akan
berpengaruh terhadap konsentrasi glukosa dalam darah.
Kadar
glukosa dalam tubuh makhluk hidup dapat digunakan untuk memprediksi metabolisme
yang mungkin terjadi dalam sel dengan kandungan gula yang tersedia. Jika
kandungan 1 glukosa dalam tubuh sangat berlebih maka glukosa tersebut akan
mengalami reaksi katabolisme secara enzimatik untuk menghasilkan energi. Namun jika
kandungan glukosa tersebut dibawah batas minimum, maka asam piruvat yang
dihasilkan dari proses katabolisme bisa mengalami proses enzimatik secara
anabolisme melalui glukoneogenesis untuk mensintesis glukosa dan memenuhi kadar
normal glukosa dalam darah.
Praktikum
pengukuran kadar glukosa dalam darah dilakukan oleh 4 praktikan dengan kondisi
dan jenis kelamin yang berbeda. Pertama praktikan disuntik untuk diambil
darahnya dan darahnya diletakkan di Accu Check Active. Accu Check Active
merupakan alat yang dipergunakan untuk menentukan kadar glukosa darah. Setelah
Accu Check Active dinyalakan, dipasangkan test trip yang dipergunakan untuk
mengukur kadar glukosa darah. Tunggu hingga lampu indikator bewarna merah
kedip-kedip. Kemudian darahnya diteteskan dan akan muncul angka yng menunjukkan
kadar glukosa darah.
Berdasarkan
perlakuan yang telah dilakukan, terlihat perbedaan kadar glukosa darah dari
keempat praktikan tersebut. Pada praktikan pertama berjenis kelamin laki-laki
memiliki kadar glukosa darah sebesar 130 mg/dL, saat diambil darahnya praktikan
tersebut sudah mendapatkan asupan makanan terlebih dahulu. Praktikan kedua
berjenis kelamin laki-laki memiliki kadar glukosa darah sebesar 97 mg/dL, saat
diambil darahnya praktikan tersebut belum mendapatkan asupan makanan terlebih
dahulu. Praktikan ketiga berjenis kelamin perempuan memiliki kadar glukosa
darah sebesar 97 mg/dL, saat diambil darahnya praktikan tersebut sudah
mendapatkan asupan makanan terlebih dahulu. Praktikan keempat berjenis kelamin
perempuan memiliki kadar glukosa darah sebesar 78 mg/dL, saat diambil darahnya
praktikan tersebut sudah mendapatkan asupan makanan terlebih dahulu. Dari hasil
di atas bisa disimpulkan bahwasannya kadar gula darah seseorang itu dapat
dipengaruhi oleh asupan makanan, olahraga, stress, kurang tidur dan umur. Menurut
Tobin (2005), ada beberapa hal yang menyebabkan gula darah naik, yaitu kurang
berolah raga, bertambahnya jumlah makanan yang dikonsumsi, meningkatnya stress
dan faktor emosi, pertambahan berat badan dan usia, serta dampak perawatan dari
obat, misalnya steroid. Faktor lain yang mempengaruhi yaitu dari makanan yang
dimakan, jika makanan yang dimakan mengandung banyak gizi serta karbohidrat dan
protein seperti nasi dan telur ceplok maka kadar gulanya akan meningkat
lebih banyak dibandingkan dengan memakan makanan yang mengandung sedikit
protein. Hal lain yang menjadi faktor utama adalah dari seseorang yang puasa
minimal 8 jam dan juga seseorang yang sudah makan. Orang yang sedang puasa maka
kadar gulanya akan menurun dibandingkan orang yang sudah makan, hal itu
disebabkan karena karbohidrat yang diserap dalam bentuk glukosa dalam tubuh
orang yang sudah makan akan naik sedangkan pada orang puasa suplai glukosa
dalam tubuh rendah.
Menurut
Ganong (1995), dalam keadaan normal, kadar gula darah berkisar antara 80-140.
Setiap kali sehabis makan, pankreas segera produksi insulin untuk mengolah
karbohidrat dan berkisarlah kadar gula darah antara 80-140. Kadar gula darah
bervariasi, tergantung status nutrisi. Kadar gula normal manusia, beberapa jam
setelah makan sekitar 80mg/100ml darah, tetapi sesaat sehabis makan meningkat
sampai 120mg/100 ml. Menurut Ganong (1995), mekanisme homeostatik berperan
untuk memasukkan glukosa ke dalam sel dan penggunaannya oleh jaringan tubuh. Bila
kadar gula turun, mekanisme pelepasan gula simpanan glikogen dalam sel (atau
dari glukoneogenesis) terbuka, sehingga kadar normal tetap terpelihara.
Peningkatan
glukosa darah segera setelah makan menstimulasi sekresi insulin dan supresi
glukagon. Hal itu bersamaan pula dengan pemasukan glukosa ke dalam hati,
stimulasi sintesis glikogen, dan penghambatan degradasi glikogen. Perubahan ini
juga memicu produksi glukokinase (enzim pertama untuk membakar glukosa menjadi
energi melalui proses glikolisis), penyediaan substrat- substrat untuk sintesis
glikogen, dan pengaktifan asetil- CoA karboksilase (enzim untuk sintesis asam
lemak di hati, kemudian asam lemak ditranspor ke jaringan adiposa dalam bentuk
lemak). Sintesis glikogen serupa, juga terjadi di otot. Beberapa jam kemudian,
bila kadar glukosa turun, kejadian sebaliknya berlangsung. Sekresi insulin
ditekan dan sekresi glukagon ditingkatkan. Penurunan insulin mengurangi
penggunaan gula oleh otot, hati, dan jaringan adiposa. Kejadian ini
mempromosikan mobilisasi glikogen dalam hati melalui mekanisme kaskade yang mengaktifkan glikogen fosforilase (enzim
pertama dalam tahapan degradasi glikogen) dan menonaktifkan glikogen sintase
(enzim untuk sintesis glikogen). Mekanisme kaskade ini berkaitan dengan proses
pembekuan darah. Degradasi lemak di adiposa juga teraktifkan. Mekanisme
pengaturan kadar gula di atas terjadi secara otomatis sehingga kadar gula darah
konstan dan selalu tersedia untuk menjalankan fungsi otak. Semua ini dapat
berlangsung atas kerja prima pankreas yang memproduksi enzim-enzim pencernaan
dan hormon- hormon pengatur kadar gula darah. Menurut Mayes (1980), insulin merupakan
hormon yang dilepaskan oleh pankreas, yang bertanggungjawab dalam
mempertahankan kadar gula darah yang normal. Peningkatan kadar gula darah
setelah makan atau minum merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin
sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah yang lebih lanjut dan menyebabkan
kadar gula darah menurun secara perlahan.
Mekanisme
kadar gula orang puasa adalah pengurangan konsumsi kalori secara fisiologis
akan mengurangi sirkulasi hormon insulin dan kadar gula darah. Ini akan
meningkatkan sensitivitas hormon insulin dalam menormalkan kadar gula darah dan
menurunkan suhu tubuh. Pengontrolan gula darah yang baik akan mencegah penyakit
diabetes tipe 2, yang disebabkan hormon insulin tidak sensitif lagi mengontrol
gula darah. Puasa sangat bagus dalam menurunkan kadar gula dalam darah hingga
mencapai kadar seimbang. Berdasarkan ini, puasa sesungguhnya memberikan
kesempatan kepada kelenjar pankreas untuk beristirahat. Maka, pankreas pun
mengeluarkan insulin yang menetralkan gula menjadi zat tepung dan lemak.
VI.
SIMPULAN
6.1 Menentukan
konsumsi oksigen pada hewan invertebrata yaitu, jangkrik dengan menggunakan
alat respirometer.
6.2 Respirometer
bekerja atas suatu prinsip bahwa
dalam pernapasan ada oksigen yang digunakan oleh organisme dan ada karbon dioksida yang dikeluarkan olehnya.
6.3 Penentuan
kadar glukosa darah dengan menggunakan alat Accu Check Active.
6.4 Kadar
gula darah seseorang itu dapat dipengaruhi oleh kurang berolah raga,
bertambahnya jumlah makanan yang dikonsumsi, meningkatnya stress dan faktor
emosi, pertambahan berat badan dan usia.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Respirometer. http://id.wikipedia/wiki/Respirometer.
Diakses tanggal: 13 November 2012
Campbell, N.A. Jane B. Reece and
Lawrence G. Mitchell. 2000. Biologi Edisi
Kelima. Erlangga. Jakarta.
Chang,
R. 1996. Essential Chemistry. Mc Graw Hill Company, Inc. USA
Guyton, A.C & Hall, J.E. 1997. Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Kedokteran
EGC. Jakarta
Johnson, D. R. 1984. Biology an Introduction. The Benjamin
Cummings Publishing Co, Inc. New York.
Kimball,
J. W. 1988. Biologi. Edisi Kelima. Erlangga.
Jakarta.
Mayes, P.A. 1980. Pengaturan
Metabolisme Karbohidrat dan Lipid. Penerbit Buku
Kedokteran
EGC. Jakarta.
Pickering, W. R. 2000. Complete Biology. Oxford University
Press. London.
Richard, W. H & Gordan. 1989. Animal Physiology. Harper-Collins Publisher.
New York.
Seeley,
R.R., T.D. Stephens, P. Tate. 2003. Essentials of Anatomy and Physiology
fourth edition. McGraw-Hill Companies. New York.
Tang, U.M. &
R. Affandi. 2001. Fisiologi Hewan Air.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tobin, A.J. 2005. Asking About
Life. Thomson Brooks/Cole. Canada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar